Kab.Tangerang|Citranewsindonesia.com– Dua mantan karyawan restoran Pojok Nasi Goang berlokasi di di The Breeze BSD, Sofia (18) dan Eva (22) berujung kekecewaan. Bagaimana tidak, mereka mengaku bahwa pemilik restoran tidak profesional dalam sistem gaji karyawan.
Tidak hanya gaji rendah di bawah upah minimum provinsi (UMP), yakni Rp50 ribu/ hari bahkan karyawan pun kadang kala disuruh mengerjakan pekerjaan di luar tugas mereka sebagai karyawan restoran misalnya ( Menggosok Pakaian ).
Sebagaimana diketahui, Pojok Nasi Goang merupakan restoran yang menyajikan makanan sunda khas Bandung dengan kapasitas sekitar 50 kursi.
Owner Pojok Nasi Goang, Martin Sulistiyo ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa Sofia dan Eva adalah mantan karyawannya yang belum lama berhenti dari pekerjaannya. Martin mengaku telah memberikan gaji mereka penuh tanpa potongan sepeserpun.
“Jadi gini baru keluar yang bersangkutan (Sofia) pada saat kemrin dia keluar itu kita udah membayarkan gajinya semua pak.Udah keluar semua gajinya sesuai selama dia kerja aja tanpa ada potongan sepeserpun,” kata Martin kepada wartawan Senin (6/7).
Berbeda pengakuan Sofia dan Eva, mereka didenda oleh pemilik restoran gara-gara lupa mematikan AC dari pukul 20.00 sampai pukul 11.00 keesokan harinya, mereka diminta membayar listri sebesar Rp.500.000 oleh pemilik restoran.
“Kita disuruh bayar Rp500 ribu berdua sama eva karena lupa matiin AC. Waktu itu kebetulan saya dan Eva yang di depan. Tapi kita bener-bener lupa matiin AC,” ujar Sofia.
Namun Martin membantah memotong gaji mereka untuk masalah AC tersebut. Adapun hukuman tersebut kata Martin, semata-mata untuk mendisiplinkan karyawan mereka.
“Masalah AC, perusahaaan punya peraturan dimana kita harus mendidik karyawan juga nih kalau sampai kamu teledor berarti ada sanksinya berarti sanksi itu yang kita coba kasih tahu kemarin ke mereka,” tutur Martin.
Namun, apa yang dikatakan Martin berbeda dengan pengakuan Ibu Sofia, bernama Eva. Sang ibu ketika datang ke restoran tersebut untuk mengambil gaji anaknya diminta dipaksa untuk membayar uang listrik sebesar Rp100 ribu rupiah.
“Waktu ambil gaji anak saya dia minta uang untuk membayar listri karena anak saya lupa matiin AC,” cetus Eva.
Lebih lanjut Ibunda Eva protes karena pemilik rumah makan tersebut tidak membayar gaji anaknya secara penuh. Dikatakan Eva anaknya hanya diberi upah Rp960 ribu padahal harusnya gaji anaknya Rp1.500 ribu perbulan.
Martin pun membenarkan bahwa ia tidak memberikan gaji 1 bulan penuh, pasalnya selama situasi pandemi virus corona (Covid-19) restorannya sempat tutup dan baru beroperasi kembali pada 15 Juni 2020. Sehingga besaran gaji yang diberikan perhitungan 2 minggu bekerja. Adapun sistem penggajian karyawan adalah upah harian yakni Rp50 ribu perhari dengan durasi 9 jam kerja.
“Rp 960 ribu (gaji Sofia) karena masuknya dia waktu itu memang cuma masuk 2 minggu dan udah gitu dia keluar. Kita baru buka tanggal 15 karena Covid-19 ini kan semua tutup. Jadi kita baru buka tanggal 15 dan itu masuknya kan digilir hari Senin masuk, Selasa libur, hari Rabu masuk, Kamis libur. Nah jadi gaji dia dapat kemarin dia kerja itu 16 hari,” tetang Martin.
Berbeda dengan Sofia, Eva yang juga merupakan teman kerja Sofia yang belum lama berhenti bekerja justeru tidak mendapatkan gaji. Menurut Eva, karena dia berhenti mendadak sehingga ia diminta membuat surat pernyataan bahwa ia tidak keberatan keluar tanpa gaji.
“Saya gak digaji karena disuruh bikin pernyataan kalau saya tidak keberatan tidak digaji. Saya disuruh tulis (surat pernyataan) ngikutin omongan Ibu (istri Martin),” katanya.
Perihal Eva, kata Martin Eva legowo menerima konsekuensinya karena berhenti mendadak. Menurut ia, sebelum Eva menulis pernyataan, ia memberikan pertimbangan kepada Eva agar tetap bekerja sampai mendapat penggantinya.
“Nah kalau Eva beda lagi kasusnya. Kalau yang Eva dia udah bikin surat kekita dia ngerti pada saat waktu dia mau keluar itu kita udah kasih tau ‘Eva kamu yakin mau keluar hari ini?’ kamu gak mau tunggu dulu, kan bisa ada temennya nanti yang ngegantiin dia nanti ngajarin. Nah dikita gitu tuh prosesnya kalau ada temen yang gantiin ngajarin ya silahkan keluar cuma kan kluarnya itu perlu proses, minimal 1 minggu sebelumnya haru ngomong dulu gitu,” jelasnya.
Sofia juga mengeluh bahwa istri pemilik restoran kerap kali menyuruhnya menyetrika pakaian. “Kadang disuruh nyetrika pakaian dari rumah. Karena kan restoran rame di jam makan siang, setelah itu kan sepi jadi disuruh nyetrika,” ujar Sofia.
Hal ini dibenarkan Martin. “Kebetulan ibu di rumah agak banyak (pakaian) di sini lagi gak ada kosong ni. Biasanya jam 3 (15.00) kan biasanya kosong gak ada kerjaan dari pada gak ada kerjaan bantuin ibu ngegosok di atas,” jelas Martin.
Diakui Marten bahwa kedua mantan karyawannya tersebut direkrut tanpa proses interview dan kontrak kerja seperti perusaha pada umumnya. Sehingga antara pemilik restoran dan karyawan tidak ada aturan jelas yang mengikan terkait hak dan kewajiban, sehingga sang pemilik restoran berbuat semaunya kepada karyawan.
Demikian juga sebaliknya, karyawan tidak memiliki kekuatan untuk menuntut haknya. Pemilik restoran menggaji karyawan dengan skema harian Rp50 ribu dan uang lembur sebesar Rp5.000 perjam.
Orangtua Sofia, Eva berharap agar apa yang dialami anaknya dan Eva tidak terjadi pada karyawan lain. “Saya berharap restoran ini tidak semena-mena dengan karyawan, misalnya saat rekrutmen ada tandatangan kontrak dan mengikuti peraturan yang ada”.
( Abi )
***