Kab. Cilacap] CitraNewsIndonesia.com – Pengadilan atau Mahkamah adalah sebuah forum publik resmi, dimana kekuasaan publik ditetapkan oleh otoritas hukum untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan dalam hal sipil, buruh, administratif, dan kriminal di bawah hukum.
Namun yang terjadi kadang masyarakat tidak memperoleh keadilan, sama halnya yang dialami oleh Suwarto. Suwarto tergugat dalam kasus sengketa tanah merasa kecewa atas keputusan majelis hakim. Pasalnya, majelis hakim memutuskan sebuah perkara tanpa menggunakan bukti-bukti dari tergugat sebagai pertimbangan hukum.
Suwarto yang beralamat di RT 02 RW 06 Desa Cisumur, Kecamatan Gandrungmangu, didampingi oleh Listiyoningsih menceritakan tentang apa yang dialaminya sebagai tergugat dalam permasalahan sengketa tanah.
“Awal mulanya pada tahun 1970 orang tua membagikan warisan kepada seluruh anaknya, dalam pembagian warisan itu semua anak tidak ada yang keberatan termasuk kakak kami Sastro Prayitno yang saat itu menjabat sebagai kepala desa”, ungkapnya kepada media di Pengadilan. Selasa, (02/11/2021).
Sekian lama tidak ada masalah buktinya terbitlah sertifikat kepemilikan tanah, namun entah apa yang terjadi dihati, kakak menggugat kami dengan alasan salah pembagian seharusnya itu punya dia. Kami heran kenapa baru sekarang keberatan tidak dari dulu saat orang tua ada, bahkan saat desa melakukan pengukurun untuk kepentingan pembuatan SPTT kakak Sastro tahu karena masih menjabat sebagai Kepala Desa Cisumur periode tahun 1972 s/d 1990 tidak keberatan”, ungkapnya.
Lanjutnya, karena tanah itu menunjukkan milik kami maka kami ajukan untuk di sertifikatkan, saat proses pengurusan sertifikat hingga terbit sertifikat tahun 2010 Sastro tahu dan tidak keberatan. Enam tahun kemudian setelah terbit sertifikat malah menggugat kami ke pengadilan, dan dalam gugatan itu dimenangkan oleh penggugat Sastro.
Disini kami heran keputusan majelis hakim bisa memenangkan penggugat berdasarkan bukti apa, padahal penggugat tidak memiliki bukti kuat dimata hukum, mengklaim tanah yang bersertifikat atas nama kami sebagai miliknya, ada apa ini sebenarnya dengan hakim?
Edward Sihotang SH, selaku kuasa hukum Suwarto mengaku berang melihat keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Cilacap. Pasalnya, majelis hakim memutuskan perkara sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti dari tergugat. Contoh apa saja yang menjadi keputusan itu surat keterangan desa, surat letter C dari desa, surat batas-batas, bahkan surat keterangan desa yang terakhir pun sama.” Artinya ada apa dengan pengadilan”, ungkapnya kepada media di warung Pengadilan Negeri Cilacap. Selasa, (02/11/2021).
Edward menjelaskan memang perkara ini tidak mengikuti dari awal (bukan sebagai pengacara tergugat Suwarto) setelah perkara ini diputus oleh pengadilan dan dimenangkan oleh penggugat di pengadilan baru tergugat (Suwarto) meminta saya sebagai kuasa hukumnya. Tergugat menceritakan kepada saya serta menyerahkan bukti-bukti untuk saya pelajari, setelah tak pelajari ternyata saya duga ada kekeliruan hakim memenangkan si penggugat.
Masalah ini sesungguhnya masalah sengketa tanah antar keluarga karena tanah yang sudah dibagi-bagi dan sudah disertifikatkan tidak diakui oleh si penggugat, makanya penggugat membawa masalah ini ke pengadilan dan tergugat disangkanya merebut tanah warisan.
Dalam proses persidangan di pengadilan kami prihatin, tak satupun dari bukti-bukti TUN (Tata Usaha Administrasi) yang dimiliki oleh si tergugat menjadi pertimbangan hakim sebagaimana diatas telah saya uraikan yaitu surat keterangan desa, surat letter C dari desa, surat batas-batas, bahkan surat keterangan desa yang terakhir pun sama bahkan sertifikat yang diakui oleh negara diabaikan. “Makanya saya menduga ada permainan antara majelis hakim dengan penggugat”, tandasnya.
“Kalau kita diposisi ini mulai dari RT/RW Lurah sampai BPN bahkan sampai sertifikat sudah semuanya itu menjadi penegak TUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) tetapi di pengadilan satupun tidak menjadi bahan pertimbangan. Jujur saya kuasa hukum dari tergugat di PK sedangkan untuk ditingkat pengadilan pertama, banding dan kasasi saya bukan sebagai kuasa.
“Karena keprihatinan saya melihat kezaliman dan ketidak benaran dialami oleh tergugat ada tanda-tanda kesalahan besar di dalam sistem peradilan kita, itu yang membuat saya membantu di tingkat PK”, tegasnya.
Lanjutnya, bukti putusan Majelis Hakim tentang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Cilacap dinilainya tidak adil. Untuk itu pihaknya meminta putusan yang akan dilakukan ditinjau ulang atau keberatan.
Menurut Edward, Hakim PN Cilacap sudah salah besar, karena tergugat yang memiliki bukti kuat harus kalah oleh penggugat yang memiliki bukti lemah. Maka hal ini akan saya bawa ke Komisi Yudisial (KY) untuk meminta keadilan.
Saya berbicara bukan semata-mata dari aspek hukum tapi kebenaran hati nurani, teman-teman juga bisa melihat apa sih yang menjadi gugatan kita dari sisi administrasi atau identitas diri sebatas KTP, kalau surat KTP pun itu tidak diakui mau jadi apa Pengadilan kita. Padahal surat keterangan tertinggi di tingkat desa sudah ada, termasuk sertifikat pun tidak diakui yang diterbitkan melalui BPN yang sudah memenuhi syarat-syarat undang-undang diabaikan oleh pengadilan. “Dan hal ini bisa terjadi ke siapapun itu yang saya tidak mau”, tegasnya.
Edward berharap kasus sengketa tanah warisan di Desa Cisumur menghasilkan putusan yang adil.
#Jos
Kepala Biro