Penahanan Moch. Robi Hakim oleh Kejati Kepulauan Bangka Diduga Tidak Sesuai Prosedur Kuasa Akan Prapid

BANGKA BELITUNG | Citranews.co.id  – Terhadap Penetapan sebagai Tersangka dalam Dugaan Korupsi yang disangkakan oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung (Kejati) kepada Moch. Robi Hakim, S.E., AK., Tim kuasa Hukum merasa ada kejanggalan, diduga tidak sesuai prosedur seperti pernyataan tertulis kepada awak media. Jumat (2/7/24).

Menurut Kejati Kepulauan Bangka Belitung Moch. Robi Hakim telah melanggar Primair: Pasal 2 ayat (1), Jo. Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Subsidair: Pasal 3, Jo. Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kiri ke kanan : Tim Pengacara keluarga Robi Hakim : Dahlan Pido, S.H., M.H., Muh., Hafiz al Hakim, SH, Donny Ranap Manurung, S.H., M.H.,

Dalam keterangan tertulisnya oleh Tim kuasa hukum, antara lain Dahlan Pido S.H., M.H., Donny Ranap manurung S.H., M.H., Muhammad Hafiz Al hakim, S.H., menjelaskan saat menjadi Tersangka dan ditahan, tidak ada surat pemberitahuan/tembusan kepada keluarga (istri, anak-anak, kakak-kakak dan adik-adik), dengan kronologis kurang lebih sebegai berikut:
Sekitar pukul 11.00 Wib diperiksa sebagai Saksi;
Sektar pukul 13.10 Wib diminta naik ke lantai II;
Sekitar pukul17.00 Wib ditetapkan sebagai Tersangka;
Sekitar pukul 18.00 Wib dilakukan penahanan;
Sekitar pukul 19.00 Wib di bawa ke Lapas Bukit Semut, Sungai Liat.

Fungsi negara hukum modern, bertujuan agar hukum memiliki KEMANFAATAN dan KEADILAN tanpa mengabaikan KEPASTIAN HUKUM. Penegakan hukum tidak semata-mata dilakukan berdasarkan kepastian hukum yang berlindung dibalik asas legalitas, namun perlu memperhatikan Kemanfaatan atau hasil guna dan rasa Keadilan yang berkembang di masyarakat. Penegakan hukum yang lebih mengutamakan kepastian hukum dengan asas legalitas akan menghasilkan kebenaran yang formalistik legalistik, yang belum tentu sesuai dengan perasaan keadilan dan hasil guna bagi masyarakat.

Tindakan upaya paksa, seperti penetapan Tersangka, penangkapan, dan Penahanan yang melanggar Peraturan Perundang-undangan, pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut Andi Hamzah, Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak HAM sebagai Tersangka/ Terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan.

Di samping itu, Praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak Tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan (penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah, penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan Tersangka, penangkapan, dan Penahanan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Bahwa sebagaimana diketahui KUHAP Pasal 1 angka 10 menyatakan, Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

BACA JUGA :   Kodim 0703/Cilacap Kembali Sabet Juara Lomba Karya Jurnalistik TMMD

Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.

Selain itu, yang menjadi objek Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah, Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan yang diatur dalam UU ini, tentang:
sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Terdapat beberapa putusan Pengadilan sebagai contoh melindungi hak-hak Tersangka, sehingga Lembaga Praperadilan dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan Tersangka, seperti yang terdapat dalam perkara ini:
Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/ Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 134/Pid.Prap/2013/ Pn.Jkt.Sel tanggal 11 Desember 2023.

Ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperkuat diakuinya Lembaga Praperadilan yang dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan Tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, yang menyatakan Inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP dan Pasal 77 huruf a KUHAP, dinyatakan Inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan Tersangka, Penggeledahan, dan Penyitaan.

Tersangka tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas sebagai calon Tersangka, berdasarkan Surat Panggilan untuk pertama kali dan satu-satunya dari Termohon, yakni melalui surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan No. PRINT-739/L.9.1/Fd.2/07/2024 tanggal 18 Juli 2024, dan tidak pernah membuktikan diperiksa sebagai calon Tersangka, akan tetapi langsung dipanggil sebagai Tersangka oleh Penyidik Jaksa, sehingga tidak seimbang dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Tersangka. Tersangka hanya diperiksa untuk pertama kali oleh penyidik Jaksa sebagai Tersangka pada tanggal 18 Juli 2024 pagi, dan sorenya langsung dilakukan Penahanan dengan No. PRINT-756/L.9.1/Fd.2/07/2024 tanggal 18 Juli 2024.

Apabila prosedur yang harus diikuti untuk penetapan Tersangka tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat hukum dan haruslah dikoreksi/ dibatalkan.
Penetapan status seseorang sebagai Tersangka yang tidak dilakukan berdasarkan hukum, jelas memberikan hak bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan sudah sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa KUHAP, dan dijamin dalam Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang berbunyi:

“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar “.

BACA JUGA :   Hadir di Safari Ramadan, Sekda Bambang Sampaikan Hal Ini

Demikian juga terdapat dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menentukan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”, sehingga secara jelas dan tegas UUD 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara.

Dengan demikian, jelas tindakan penyidik Jaksa tanpa pemeriksaan calon Tersangka sebelumnya merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan karena cacat hukum tentang penetapan Tersangka, kemudian sorenya langsung dilakukan Penahanan terhadap Moch. Robi Hakim.

Sebagaimana diakui oleh Tersangka maupun keluarganya (istri, anak-anak, kakak-kakak dan adik-adiknya) penetapan sebagai Tersangka pada tanggal 18 Juli 2024 pagi, kemudian sore hari langsung dilakukan Penahanan atas diri Tersangka tanpa diketahui oleh oleh (istri, anak-anak, kakak-kakak, dan adik-adik). Dan Surat tertulis baru diterima 5 (lima) hari kemudian oleh keluarga, yakni pada tanggal 23 Juli 2024 jam 12.00 Wib mengenai Surat panggilan sebagai Tersangka dan Penahanan oleh penyidik Jaksa, menjadi Tersangka dengan No. PRINT-739/L.9.1/Fd.2/07/2024 tanggal 18 Juli 2024, dan Surat Penanhanan dengan No. PRINT-756/L.9.1/ Fd.2/07/2024 tanggal 18 Juli 2024.

Jika mengacu kepada surat panggilan tersebut, tidak pernah ada surat perintah penyelidikan sebelumnya kepada Pemohon, padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 KUHAP, penyidik memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih awal berkali-kali di panggil, untuk memastikan pelaku Tindak Pidana Korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sebenarnya.
Hal ini bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri, karena penetapan Tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses penyidikan.

Menemukan Tersangka menjadi bagian akhir dari proses penyidikan, hal itu sesuai dengan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP. Tindakan penyidik Jaksa melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP, pada intinya menyatakan dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum.

Penuntut Umum.
Seharusnya penyidik Jaksa memahami Perjanjian Kerja Sama Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang melibatkan PT. Hasil Karet Dan Lada (HKL) dengan 417 Debiturnya yang melakukan Perjanjian Kerja Sama tanggal 27 Mei 2022 dengan Bank Sumsel Babel Cabang Pangkal Pinang. Dalam Pasal 5 Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang dilakukan tanggal 27 Mei 2022 belum berakhir, karena pada Pasal 5 disepakati berakhirnya Perjanjian ini nanti setelah selesainya kewajiban Para Pihak.

Jelas kasus ini masuk dalam wilayah Hukum Keperdataan jika ada Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang macet, merupakan Wanprestasi dari PT. HKL, yang masih bisa ditagihkan dan melihat atau ditambah jaminan KUR-nya, sehingga ini bukan merupakan masalah wilayah Hukum Pidana (Korupsi).

Dan Tersangka (Moch. Robi Hakim) hanya terkait langsung melakukan Perjanjian dengan KUR/Debitur Perorangan yang sudah selesai dan masih ada yang jalan tetapi jaminannya melebihi dari Kredit, tetapi bukan terkait dengan 417 Debitur. Jaminan yang diserahkan oleh Debitur telah memenuhi ketentuan dalam buku Perkreditan Bank Sumsel Babel, dengan Analis Kredit Muhammad Ardiansyah tertanggal 02 Agustus 2022.
Salam Kuasa Hukum/Advokat Senior (Dahlan Pido, S.H., MH.)

 

Facebook Comments

Redaksi

***

Mungkin Anda Menyukai

IKUTI CITRANEWS OK TERIMAKASIH